My photo
Mencari jawaban yang tertindih reruntuhan.

Sunday, June 9

Bianglala #2

Sampai pada akhirnya, aku dan Duto saling berkomunikasi. Aku rela membalas pesannya yang dulu aku anggap risih, namun kali itu menjadi sebuah penghibur untuk ku. Meski, ya, hanya sebuah pesan yang berisi kata hello-pun.

Hampir 1 bulan aku mengenal Duto, aku yang memang suka dengan kedewasaannya semakin kagum saat tahu kedewasaannya yang sebenarnya. Tapi, aku tak tahu, apakah Duto kenal aku se-kenal aku padanya. Dari dulu, aku tak pernah mengerti pikiran laki-laki.

Dia, Duto, terkadang mengantar ku sekolah, menjemput, menemani ku pergi, menghibur, membuat ku marah, membuat tertawa, dan banyak lagi ulahnya. Dan itu menjadikan ku memiliki sebuah kesan terhadapnya.

Aku mengerti, apakah aku akan memulai untuk sesuatu yang memang sudah ku ketahui akhirnya ? Namun, inilah sihir laki-laki, sebesar apapun rasa takut mu, dia akan membuat mu aman. Pada awalnya.

Aku selalu menyukai momen ini, ketika aku duduk dibelakang punggung seorang pengemudi motor, dan itu Duto. Aku suka, karena ketika angin yang besar menabrak tubuh Duto, dia membawa wangi parfum Duto. Dan aku, wanita remaja yang entah ke berapa, memiliki malam yang suka.

Jalan yang kami tempuh begitu gelap dan dingin, namun diperempatan jalan terlihat keramaian, dan aku yakin di ujung jalan itu pasar malam sudah menunggu. Dari kejauhan aku melihat bianglala yang besar, berputar perlahan, dibawahnya aku hanya melihat atap dari ruko-ruko yang menjual banyak barang. Tak sabar.

“Sampai deh, mau beli apa ?”
“Aku mau gulali, Duto”
“Boleh, tapi wajib naik itu”
“Ga!”
“Ga naik ombak banyu ga ada gulali”

Begitulah Duto, terkadang di parkiran pun dia sudah membuat ku kesal. Dan aku baru tersadar, ternyata pasar malam ini berada di pinggiran sungai. Tepat di samping parkiran. Pantas saja jalan tadi sepi.

Aku senang, dan aku yakin Duto juga senang. Dari cara dia berjalan, berbicara, bercanda, bahkan pada saat pura-pura marah pun aku tahu bahwa malam itu dia senang. Duto membelikanku gulali, tanpa harus menaiki ombak banyu. Aku mengerti cara Duto memanjakan ku.

No comments:

Post a Comment