My photo
Mencari jawaban yang tertindih reruntuhan.

Sunday, April 22

Yes, I will Tio

Aku tak bermain dengan perasaan ini, yang sebenarnya terjadi adalah perasaan ini yang mempermainkan ku. Aku bisa menghancurkan segalanya agar perasaan ini tetap utuh, aku tak mau ada goresan walaupun itu hanya secuil. Perasaan ini memang datang begitu saja. Jujur, aku tak pernah mengharapkannya datang. Dia sendiri yang membuka pintu dan masuk begitu saja.

Sedikit tertawa membaca secarik surat darinya, aku tak menyangka dia bisa merangkai kata-kata. Dia menulisnya dengan tangannya sendiri, tulisannya begitu rapih. Aku kira dia memang berniat untuk menulis surat ini. Ditambah surat yang dibuatnya untuk ku itu sedikit berbau parfum yang sering dipakainya setiap hari.

Seperti para Arjuna lain, mereka akan menyeberangi lautan dan mendaki gunung untuk para wanita yang mereka cintai. Tapi aku akan melakukan lebih. Aku akan membelah langit, melukis pelangi, menebar butiran-butiran hujan ketika kau bermain dengan ku  di taman sebelah rumah mu. Ya aku tahu kau akan menganggapnya sebuah gombalan saja. Tapi bagaimana jika aku sekarang mengetuk pintu kamar mu dan menarik mu untuk pergi ke taman itu. Hanya bayangkan saja, karena aku tak mungkin melakukannya. Aku masih ada di Eropa sekarang.

Dia memang berada di Eropa, sedang menyelesaikan kuliahnya. Dan aku memang sedang membayangkan ketika dia mengetuk pintu dan menarik ku ke taman sebelah rumah. Berpiknik dengan langit yang biru dan angin yang selalu berbisik, seperti mengucapkan "He loves you, Nenet".

Hey, apa kau ingat saat kita duduk bangku restoran ? Menatap pemandangan yang ada di bawah restoran ? Ketika kau berkata "Tio, I love you. Stay here with me" ? Kau tahu ? Aku menahan tawa saat itu. Kau tak pantas berkata seperti itu, tak ada sifat romantis pada dirimu ! Kau hanya memaksakan, Nenet. Tapi aku suka.

Berbulan-bulan di Eropa membuatku merindukan mu. Aku rindu dengan tangis mu, dengan sifat manja mu, dengan celoteh mu, dan dengan rambut lembut mu. Hal yang paling ku rindukan adalah kecantikan mu, aku suka mata mu, hidung mu, pipi mu, bibir mu, halis mu. Aku suka dirimu.

Aku akan pulang dalam beberapa hari lagi, kau tetap menunggu, kan ? Aku mempunyai beberapa hadiah untuk mu. Ada sebuah gitar untuk mu, aku membelinya khusus hanya untuk mu. 

"Aku juga merindukan mu, Tio" Jawab ku, berharap dia mendengarnya. Sudah berbulan-bulan aku tak bertemu dengannya, dia sibuk dengan tugas-tugas kuliahnya dan aku pun begitu. Kata terakhir yang dia katakan sebelum pergi adalah : "Aku akan merindukan mu, Nenet. Tunggu aku, jangan nakal".

Nenet, kau pernah membayangkan saat kau memakai gaun putih dengan serangkaian bunga di genggaman tangan mu dan kau berjalan menuju pelaminan ? Kau pernah membayangkan ? Apa kau menginginkannya ? Jika kau mau, aku siap menunggu mu di pelaminan dengan jas hitam ku.

Terkejut membacanya, dia berkata pelaminan ? Dia sedang berbicara tentang pernikahan. Tentang sepasang manusia yang mengucapkan janji sehidup-semati. Aku tak tahu apa Tio serius dengan perkataanya atau tidak. 

Aku bicara serius, sudah ku bilang aku tak bermain dengan perasaan ini. Kau tahu pantai yang ada di utara rumah mu ? Bagaimana jika nanti kita berlibur disana saat aku pulang nanti. Akan aku bawa gitar yang menjadi hadiah mu dan akan aku bawa sebuah gaun putih yang sudah aku rancang untuk mu. Aku yakin kau akan terlihat lebih cantik memakainya.

Dan tak lupa aku akan membawa sebuah cincin dan akan aku pakaikan di jari manis mu. Dan aku akan bertanya "Will you marry me ?"
 Aku tunggu di pantai. I love you, Nenet

Dia mengucapkannya ? "Yes, I will Tio. Love you too"

Surat beramplop merah
22 April 2012