My photo
Mencari jawaban yang tertindih reruntuhan.

Saturday, April 26

Akan selalu aku yang harus berbenah.

Aku yang akan terus menata.

Seberapapun berantakan.

Wednesday, April 9

Ya Allah, apa yang Engkau janjikan dulu sehingga aku menerima kehidupanku disini?
Ini perih, menyayat tak hanya hati tapi seluruh tubuh.
Ya Allah, biarkan aku ikhlas atas semua ini.
Hilangkan rasa sedih, rasa perih ini.
Aku ikhlas, tapi biarkan prosesnya cepat.
Matikan aku, hilangkan aku, lenyapkan aku.
Buat aku gila, buat aku sinting, sehingga tak terasa apapun itu.
Aku menyerah.

Doa Banyak Orang

Aku akan menghilang
Takan lama terbilang
Seperti api pada lilin
Lilin habis api-pun mati

Aku akan mati
Percayalah sebentar lagi
Seperti padamnya lampu
Terang dan gelap lalu

Aku akan pergi
Sampai koper terisi
Seperti orang bernyali
Lompat dari gedung tinggi

Sebentar lagi
Aku berjanji
Aku akan pergi
Kamu akan berseri

Sunday, March 23

1001 Malam

Pada satu malam, mamah menangis. Suara tangisnya menusuk telinga, menyayat hati, mengiris jiwa, membakar seluruh badan. Aku diam, membiarkannya menangis sendirian.

Malam kedua, mamah kembali menangis. Suara tangisnya menyebrang dari kamarnya ke kamarku, memaksa masuk ingin menginjak-nginjak perasaanku. Kali ini, aku hampiri. Memegang tangannya dan menangis bersama, sampai tertidur.

Malam ketiga, mamah menangis kembali, kini terdengar dari ba'da magrib. Suaranya bergema semalaman, memukul-mukul gendang telinga membuatku bangun dan menghampiri. Kali ini aku tanyakan perihal apa yang mamah tangisi. Seketika tangisnya makin melengking.

Malam keempat, mamah menangis lagi. Suaranya mengikis kesabaran, membuatku berteriak dan memaksanya untuk berhenti bersedih, menekannya untuk tidak menangis dan mendesaknya untuk segera sembuh sendiri. Tangisnya makin menjadi.

Malam kelima, tak kunjung reda, mamah kembali menangis. Terulang, setiap hari, bertahun-tahun. Maka biarkan Ia menangis, semoga air matanya menghapus sedikit demi sedikit luka di hatinya. 

Mamah tidak sadar seberapa kuat Ia selama ini, memikul semua perasaannya sendirian. Membela dirinya sendiri, mengangkat harta martabatnya yang orang injak-injak. Sedikit yang bisa Ia lakukan, banyaknya hanya menangis setiap malam.

Sering aku mengeluh lelah mendengar tangisannya, tapi sungguh, tak ada yang lebih lelah dari mamah. Tak ada yang bisa mengerti perasaaan "dibuang", orang-orang hanya menunjuknya dan menyuruhnya introspeksi. Membuatnya bertanya-tanya apa kekurangannya dan menyalahkan dirinya sendiri.

Jika saja bisa aku jelaskan pada mamah, bagaimana mamah adalah orang paling berharga bagi kami. Cintanya pada anak tak terkira, kami menjadi prioritasnya, tak masalah soal gengsi. Maka cinta kami padanya begitu besar, sehingga siapapun yang sedikit saja menyakitinya bisa saja bom jatuh di kepalanya.

Tak masalah aku dianggap tak beradab, tak masalah aku dianggap durhaka, tapi tak boleh sedikitpun ada yang menyakitinya.