Aku tak bermain dengan perasaan ini, yang
sebenarnya terjadi adalah perasaan ini yang mempermainkan ku. Aku bisa
menghancurkan segalanya agar perasaan ini tetap utuh, aku tak mau ada goresan
walaupun itu hanya secuil. Perasaan ini memang datang begitu saja. Jujur, aku
tak pernah mengharapkannya datang. Dia sendiri yang membuka pintu dan masuk
begitu saja.
Sedikit tertawa
membaca secarik surat darinya, aku tak menyangka dia bisa merangkai kata-kata.
Dia menulisnya dengan tangannya sendiri, tulisannya begitu rapih. Aku kira dia
memang berniat untuk menulis surat ini. Ditambah surat yang dibuatnya untuk ku
itu sedikit berbau parfum yang sering dipakainya setiap hari.
Seperti para
Arjuna lain, mereka akan menyeberangi lautan dan mendaki gunung untuk para
wanita yang mereka cintai. Tapi aku akan melakukan lebih. Aku akan membelah
langit, melukis pelangi, menebar butiran-butiran hujan ketika kau bermain
dengan ku di taman sebelah rumah mu. Ya aku tahu kau akan menganggapnya
sebuah gombalan saja. Tapi bagaimana jika aku sekarang mengetuk pintu kamar mu
dan menarik mu untuk pergi ke taman itu. Hanya bayangkan saja, karena aku tak
mungkin melakukannya. Aku masih ada di Eropa sekarang.
Dia memang berada
di Eropa, sedang menyelesaikan kuliahnya. Dan aku memang sedang membayangkan
ketika dia mengetuk pintu dan menarik ku ke taman sebelah rumah. Berpiknik
dengan langit yang biru dan angin yang selalu berbisik, seperti mengucapkan
"He loves you, Nenet".
Hey, apa kau ingat
saat kita duduk bangku restoran ? Menatap pemandangan yang ada di bawah
restoran ? Ketika kau berkata "Tio, I love you. Stay here with me" ?
Kau tahu ? Aku menahan tawa saat itu. Kau tak pantas berkata seperti itu, tak
ada sifat romantis pada dirimu ! Kau hanya memaksakan, Nenet. Tapi aku suka.
Berbulan-bulan di
Eropa membuatku merindukan mu. Aku rindu dengan tangis mu, dengan sifat manja
mu, dengan celoteh mu, dan dengan rambut lembut mu. Hal yang paling ku rindukan
adalah kecantikan mu, aku suka mata mu, hidung mu, pipi mu, bibir mu, halis mu.
Aku suka dirimu.
Aku akan pulang
dalam beberapa hari lagi, kau tetap menunggu, kan ? Aku mempunyai beberapa
hadiah untuk mu. Ada sebuah gitar untuk mu, aku membelinya khusus hanya untuk
mu.
"Aku juga
merindukan mu, Tio" Jawab ku, berharap dia mendengarnya. Sudah
berbulan-bulan aku tak bertemu dengannya, dia sibuk dengan tugas-tugas
kuliahnya dan aku pun begitu. Kata terakhir yang dia katakan sebelum pergi
adalah : "Aku akan merindukan mu, Nenet. Tunggu aku, jangan nakal".
Nenet, kau pernah
membayangkan saat kau memakai gaun putih dengan serangkaian bunga di genggaman
tangan mu dan kau berjalan menuju pelaminan ? Kau pernah membayangkan ? Apa kau
menginginkannya ? Jika kau mau, aku siap menunggu mu di pelaminan dengan jas
hitam ku.
Terkejut
membacanya, dia berkata pelaminan ? Dia sedang berbicara tentang pernikahan.
Tentang sepasang manusia yang mengucapkan janji sehidup-semati. Aku tak tahu
apa Tio serius dengan perkataanya atau tidak.
Aku bicara serius,
sudah ku bilang aku tak bermain dengan perasaan ini. Kau tahu pantai yang ada
di utara rumah mu ? Bagaimana jika nanti kita berlibur disana saat aku pulang
nanti. Akan aku bawa gitar yang menjadi hadiah mu dan akan aku bawa sebuah gaun
putih yang sudah aku rancang untuk mu. Aku yakin kau akan terlihat lebih cantik
memakainya.
Dan tak lupa aku
akan membawa sebuah cincin dan akan aku pakaikan di jari manis mu. Dan aku akan
bertanya "Will you marry me ?"
Aku tunggu di
pantai. I love you, Nenet
Dia mengucapkannya
? "Yes, I will Tio. Love you too"
Surat beramplop merah
22 April 2012
No comments:
Post a Comment