My photo
Mencari jawaban yang tertindih reruntuhan.

Thursday, June 25

Menunggu Pesanan

Seorang pramusaji mengambil kertas menu lalu langsung membalikkan badan dan berjalan menjauh dari meja ku.

Aku sengaja menyempatkan waktu untuk sekedar memesan satu cangkir kopi dan sepotong kue khusus di cafe ini. Sambil menunggu pesananku datang, terdengar alunan lagu musik jazz yang dimainkan langsung oleh sebuah band.

Dari para pemain band, ada seorang personal band yang sedari tadi mencuri pandangan ku, sesosok laki-laki yang handal memainkan saksofon. Suara dari saksofon yang ditiupnya semakin membuat ku kagum setelah sejak lama mengaguminya.

Matanya sempat bertemu dengan mataku dan seketika bibirnya menyungging memberikan segaris senyuman yang langsung ku balas dengan satu senyuman bersama lambaian tangan.

Kami memang sudah saling mengenal satu sama lain, dia teman ku sejak kami masih duduk di bangku sekolah. Tapi aku menganggapnya jauh dari sekedar teman. Dia adalah sosok lelaki yang mampu mengerti diriku ketika semua orang menolak ku.

Rasa kagumku terus tumbuh hingga menjadi rasa yang lebih dalam---sayang, rindu, cinta. Sempat aku ingin mengatakan perasaan ku padanya, tapi gelar 'teman' telah lekat bagiku untuknya. Cinta memang serakah, tak mau mengenal keadaan, dia begitu saja jatuh pada hati seseorang.

Juga, jika aku berterus terang atas perasaan ku, akan banyak cemooh dari mulut orang-orang yang tak bisa menerima bahwa cinta begitu buta. Mereka akan berkata bahwa aku tak akan pernah layak untuk mencintai sosoknya, bahkan untuk sekedar mengaguminya. Maka kuputuskan untuk menyimpan perasaan ku dibalik sebuah gelar sebagai seorang teman.

Dari kejauhan terlihat seorang pramusaji membawa pesananku dan menghampiri ku lalu berkata, "Pesanannya, Tuan".

3 comments: