My photo
Mencari jawaban yang tertindih reruntuhan.

Friday, December 18

Tumpah

Aku terbentuk menjadi manusia yang selalu menghindar untuk bercerita pada siapapun. Aku sempat memiliki trust issue karena cerita yang hanya aku ceritakan pada 1 orang tersebar ke banyak teman lain dan sekaligus menjadi olokan. Sejak itu, aku menutup cerita.

Sedari 2014, banyak benturan dikehidupan ku. Membuatku memar, kadang luka, kadang berdarah, kadang patah tapi selalu tak bisa berteriak. Aku selalu ingin tumpah, ingin meluap, tapi ternyata aku tetap menutup cerita.

Aku selalu mencari kesibukan, terpenting harus pergi pagi dan pulang malam. Beraktifitas ketika banyak orang tertidur dan tidur ketika banyak orang terbangun. Menghindar untuk bertemu sesama, memutuskan untuk bersendiri dan menjadikannya cara untuk tetap merasa hidup. 

Kebersamaan dengan manusia lain menjadi tekanan untukku, membuat ku merasa sempit, pengap bahkan terkadang merasa tertindih. 1 manusia mampu membuatku berekspektasi berjuta-juta kali dan itu yang membuatku pengap, aku tak pernah sanggup. Sering menghindari pertemuan, sekaligus bercemburu karena tak bisa ikut bertemu dengan yang lain. Arogan? Setuju.

Sejak benturan pertama muncul, tulis-menulisku berhenti. Blog seakan mati tak lagi mengalirkan kata-kata dari segala perasaan. Namun, bersendiri masih terus kujalani, kini bersendiri menjadi candu.

Maka pada keramaian jalanan, aku mencoba tumpah tanpa harus membuat orang lain basah. Pada bersendiri diatas roda dua, aku meluap baik cerita maupun air mata. Bersendiri tapi dibersamai dengan banyak suara mesin, kadang dibarengi dengan deras hujan. 3 tahun berkelanjutan, tiap malam hari menuju pulang, Cipaganti masuk ke list tempat bersendiri favoritku.

Kini 6 tahun berlalu, benturan itu masih selalu ada, hanya saja kini aku belajar untuk bisa tumpah ditempat yang tepat. Salah satunya; menulis.

Tuesday, December 15

Kembali

Aku akan membawa diri pada 8 tahun yang lalu, menulis, menulis, menulis dan menulis lagi. Tidak perlu mencari pembaca, justru menyelam di kedalaman, tenggelam, tak terlihat.

8 tahun ditambah beberapa tahun lainnya diblog yang lain, ternyata aku sudah cukup lama di dunia menulis ini. 5 tahun kebelakang, waktu ku habis dengan berkuliah. Pagi ke pagi ku habiskan dengan menggambar garis dan garis pada tumpukan kertas. Menulis sempat hilang dari waktu ku, yang biasanya selalu menulis dengan hanya melihat orang berbincang, tetiba berhenti.

Aku sekarang menjadi manusia yang membosankan, pergi pagi untuk bekerja tepat pukul 8 pagi dan pulang dengan manusia membosankan lainnya pada jam 5 sore. Ditambah, hasil sering menulis dalam bersendiri, aku menjadi manusia introvert yang mampu berbahagia hanya dengan berdiam sendiri di kamar. Makin membosankan, menurut teman-temanku.

Banyak sekali hal-hal tak terduga yang muncul pada dunia ku, keluarga, dunia kampus, teman, bahkan dunia kerja. Aneh, sungguh aneh. Tiba-tiba saja cerita hidupku beraduk-aduk, menghasilkan warna lain serta bersautan tak berhenti seperti gema.

Salah satunya, dalam 3 tahun aku selalu menangis bersama Papi, motorku. Meski tak ada tanggapan, tapi banyak cerita yang tertampung oleh Papi. Jika tak percaya, boleh tanyakan pada Jalan Cipaganti.

Akan aku ceritakan, kalo aku lagi mau.

Sunday, November 29

Sebelum ini, baik itu luas

Tak pernah dalam waktuku kemarin, aku membayangkan pilihan ini akan aku ambil secepat ini. Aku kira jalanku masih jauh untuk mencapai ini. Tapi ternyata, aku adalah insan yang tak tahu apa-apa.

Kemarin, dihari yang tidak aku ingat, tiba-tiba pilihan ini aku ambil. Aku terus-menerus memandang diri didepan cermin, sekali-kali bertanya "apakah aku pantas?", tapi dengan yakin aku putuskan mengambil erat pilihan ini.

Tak ada yang lebih mengkhawatirkan ku selain; "apakah aku bisa menjadi lebih baik dengan ini?"

Aku berproses, mencoba mempelajari banyak hal sampai sering terkagum-kagum sendiri atas apa yang baru aku ketahui. Akupun berusaha menerapkannya di setiap nafas dan kedipku. Tapi, berproses tidak mudah.

Berproses tidak hanya sekedar merubah yang buruk menjadi baik. Berproses pun terkadang membuat kita harus melepas apa-apa yang menurut kita baik. Sulit, berat dan terkadang menyakitkan.

Termasuk, kini dititik proses ini, baik menjadi menyempit. Berbagi tak lagi mudah, mengingatkan tak lagi bentuk sayang dan ikhlas pun dipertanyakan.

Kini, tak ada kata 'tak apa' dalam setiap kekhilafan. Kini aku dipaksa menjadi seorang malaikat yang harus dapat selalu taat, meskipun akupun menginginkannya. Tapi aku ini insan, aku lupa, aku egois, aku gampang menyerah. Kesalahan akan selalu ada dalam genggaman.

Aku sedang berusaha, mengikhlaskan sesuatu yang aku anggap baik, merubah hal yang sudah menjadi kebiasaan, membangun habit yang baru, beristiqomah, terus dan terus. Maka biarkan aku tetap pada prosesku ini, jangan jatuhkan aku hingga aku harus berbelok kembali.

Memanjangkan kerudung tak membuatku menjadi baik sempurna, aku tetap banyak khilaf dan lupa. Aku ini sedang berproses, sedang terkikis, terengah-engah, berdebar dan kadang ingin menyerah. Maka doakan aku dan mohon maaf jika prosesku membuatmu risih.

Tuesday, November 17

Dunia

 Aku takut pada dunia

Mengikat ku pada sesuatu yang selalu sementara

Membuatku lupa pada yang selamanya

Dunia selalu mengantarkan ku pada kekecewaan atas kehilangan

Membujuk ku mengharapkan segala yang mudah luntur

Menekanku jauh tenggelam hingga menyentuh dasar

Tertindih, pengap, tak enak

Tuesday, September 22

Jadikan Ia Telaga

 Ya Allah

Jika aku menjadi penghalang bagi kebahagiannya. 

Jika aku menjadi penyulit jalannya.

Jika aku menjadi sumber bagi segala kesulitannya.

Maka atas kepergianku, mudahkan.

Berikan padanya bahagia yang mengalir.

Jadikan dia telaga yang mengalir padanya segala kebaikan.


Dan biarkan aku berproses,

sampai menjadi sumber kebahagiaan orang lain.

Saturday, August 22

Berdagang

Perkenalkan, ini adalah My.Poraroido, anak kami (aku dan seorang teman), yang sedang kami urus agar bisa membuahkan produk. Saat ini, produk utama My.Poraroido adalah lembaran-lembaran foto. Aku sendiri memang senang dengan lembaran foto, meskipun hanya disimpan dan tidak dipajang. Aku senang bisa melihat foto-foto tersebut secara tiba-tiba dan tertarik pada atmosfer yang terkunci di dalamnya. Banyak atmosfer yang hadir, harum, dengung hingga sampai pada titik rasa rindu. Dari senangnya koleksi foto-foto pribadi dicampur dengan keresahan tak ada kerjaan, timbul rasa ingin menawarkan sebuah jasa print foto. Tapi ternyata, jalannya tidak sesingkat itu.

My.Poraroido bukanlah hal yang berdiri dengan terencana, awalnya dia hanya niat yang didukung oleh seorang teman dengan visi yang sama. Kami mulai berdiskusi soal jumlah foto, ukuran foto, nama foto hingga pada harga yang akan kami tawarkan. Banyak perdebatan, banyak keluhan tapi semangat kami tinggi padahal kami sendiri tidak tahu apakah semua ini bisa berjalan.

Namun, niat itu mulai tertindih, tertumpuk hingga lupa terakhir disimpan dimana. Sampai pada suatu hari, seorang teman lain melirik dan tertarik begitu saja. My.Poraroido mendapat pembeli pertama disaat nama My.Poraroido sendiri sama sekali belum terbentuk.

Aku dan temanku begitu senang karena perdebatan kami akhirnya bisa membuahkan hasil; Pembeli.

Pada saat itu, karena tidak terencana, kami bingung bagaimana cara packing, dengan apa kami harus membungkus pesanan orang. Dan akhirnya kami hanya menggunakan bahan yang kami punya, selembar kertas dan seutas tali rami yang ternyata masih layak untuk dijadikan sebagai packaging.

First thing first : Be Creative! But, dont push your self too much.

Dari sebuah postingan pembeli pertama kami, muncul lah pembeli lainnya. Pada saat itu, semangat kami semakin dibakar hingga niat yang sempat terlupakan disimpan dimana akhirnya muncul kembali. Melakukan Photo Product, Editing, Meeting yang adalah main serta Planning kami lakukan kembali dengan dasar "seru-seruan". Dan terbentuklah My.Poraroido yang resmi muncul ke permukaan pada tanggal 21 Agustus, setahun yang lalu.

Setahun lalu, tak pernah terbayangkan atas segala hal yang muncul dari berdagang. Semuanya muncul secara tiba-tiba dari seru-seruan ini. Bagiku, berdagang adalah sabar yang seakan digodok, dibakar, dibumbui dan dibakar kembali. Tak pernah berhenti sampai pada akhirnya hanya syukur yang aku rasakan. Dibalik lelahnya berdagang atau kesalnya berbincang dengan yang pura-pura ingin membeli ternyata banyak nikmat, banyak pembelajaran yang sepertinya tak bisa aku ambil jika My.Poraroido tak berjalan.

Aku sangat tidak suka jika harus bertemu orang, rasanya resah, takut ditanya banyak hal yang aku tak ingin. Tapi semenjak berdagang yang memaksaku bertemu dengan orang baru ataupun teman lama, ternyata bertemu orang itu seru. Terkadang saat mereka bertanya, aku malah menjawab dengan hal yang tidak nyambung. Malu sih, tapi saat di jalan pulang aku jadi nyengir-nyengir sendiri.

Juga, ternyata pada berdagang bukanlah keuntungan yang memberikan banyak rasa senang pada kami. Tapi ternyata apresiasi, dukungan, serta kepercayaan para pembeli kepada kami yang menjadi kaki My.Poraroido. Dari banyak dukungan, setiap lelah mengedit, membungkus dan COD menjadi nikmat yang selalu kami syukuri. Maka, terimakasih ya!

Dari apresiasi, dukungan dan semangat pembeli dan teman dekat, My.Poraroido juga bisa membuat produk original. Hanya sebuah sticker, sih. Tapi, bagi kami hal kecil itu adalah sebuah milestone yang membuktikan bahwa kami ini ternyata mampu. Berdagang ternyata seru dan bikin nagih.

Doakan kami, ya! Semoga My.Poraroido bisa terus berjalan tanpa ada batasan waktu. Dan doakan agar My.Poraroido selalu menjadi wadah bagi kami sang pendiri untuk bisa lebih berkreatifitas, untuk bisa banyak belajar, untuk bisa menggali diri serta untuk bisa memberikan yang terbaik. Sungguh amat tidak sabar mengeluarkan produk baru, tunggu ya!

My.Poraroido memang kecil, tapi hal yang tersimpan didalamnya begitu besar! Masya Allah, Alhamdulillah ðŸŒ»✨

Thursday, June 25

Amarah tersaji, Sesal tersantap

Anak Adam, manusia, tentu tak sempurna dan tak akan sempurna. Bukanlah sifat manusia sempurna itu, sebenarnya manusia adalah tumpukan salah. Mungkin saja, jika setiap kesalahan, setiap kelalaian, setiap lupa dan setiap abainya ditumpuk, maka tingginya akan menyaingi gunung.

Kita, manusia, tak akan pernah sempurna, bahkan dalam garis sesama manusia. Kadang, anak-anak Adam terlalu sombong karena merasa lebih baik dari anak Adam lainnya. Merasa selalu ada saat dibutuhkan, merasa sangat cepat dalam membalas pesan, merasa menjadi teman yang paling setia, merasa paling tahu, merasa paling bisa, merasa jauh lebih sempurna dari dia, dia, dia dan dia.

Ketika sombongnya telah mendidih, maka matanglah rasa marah saat orang lain memiliki salah. Seakan tak pernah menyakiti, seakan tak pernah melakukan kesalahan, seakan menjadi paling sempurna atas kebaikannya yang kecil itu sehingga dia merasa berhak menuangkan amarahnya.

Setelah marahnya tersaji, maka hanya sesal yang disantap. Menyesal diakhir menjadi kebiasaan.

Maka, maafkanlah seperti kita ingin dimaafkan dari setiap kesalahan kita. Sadari bahwa mereka hanya anak Adam lainnya yang sama seperti diri sendiri, tak sempurna. Tindih amarah kita dengan tumpukan-tumpukan salah yang kita punya, agar diri menjadi malu dan tahu bahwa kita tak lebih baik dari orang lain.

Jangan marah.

Tuesday, June 2

Tergenggam Waktu


Rasanya tadi masih pagi, sekarang sudah malam lagi. Rasanya kemarin baru tahun baruan, sekarang sudah dipertengahan tahun. Ternyata, secepat apapun kita mengejar, rasanya waktu akan begitu dengan cepat berlalu. Dan pada berlalunya waktu itu, usia kita juga ikut berlalu. Umur kita terkikis pada setiap denting-denting waktu.

Garis perjuangan sudah sampai mana? Skripsi, portfolio, DP rumah, uang resepsi, tabungan anak, udah siap? Atau masih dibelakang garis 'start'?

Jika sisa waktu habis sebelum menyelesaikan hal-hal itu, gimana? Bahagia apa yang diraih? Perjuangan mu bernilai apa pada akhirnya? Bukannya hasil dari perjuangan itu bisa dinikmati saat waktu melepaskannya dari genggaman?

Bahagia apa yang dinikmati?

Maka perjuangan di setiap kemarin, kemarin, dan kemarinnya lagi ternyata hanyalah sebuah kerugian. Ternyata kita ini selalu merugi. Merugi, karena perjuangan habis-habisan ini hanya untuk kebahagiaan yang terbatasi waktu.

***

Tadabbur Al-'Asr
Full Video : @Journaloclock

Saturday, March 28

Banyak Salah

Mungkin, kita harus meminta maaf kepada:
Tanah, yang selalu kita tutupi, dengan aspal, keramik bahkan sepatu.
Langit, karena sering kita tantang ketinggiannya.
Angin, atas sapaannya yang tak pernah kita syukuri.
Air, karena perjalanannya selalu kita hambat.
Juga pada Matahari, karena hangatnya selalu kita hindari.

Banyak salah, tapi kita ternyata masih diberi kesempatan. Semua hal yang tak bisa berbahasa manusia sedang memaksa kita agar mata kita bisa kembali melihat, telinga bisa kembali mendengar, hidung bisa kembali menghirup, tangan bisa lagi meraba dan mulut bisa lagi mencium.

Selamat beristirahat serta selamat banyak belajar. 

Thursday, March 26

Ruang

Aku kira, rasa ini adalah kekosongan yang ingin terisi oleh tawa.

Tapi ternyata, aku ingin kosong.

Aku ingin menumpahkan segala hal yang memenuhi, yang berdesakan dan terus menekan.

Aku ternyata ingin jatuh, ingin pecah, ingin terbelah.

Aku ingin tumpah, ingin luntur, ingin mencair.

Aku ternyata hanya mendung yang ingin hilang untuk hujan, ingin meriuh pada tanah.

Agar ringan dan kembali tegak. Agar yang tercecer bisa aku pilah. Agar yang rapuh dan retak bisa aku tambal. Agar yang tergores bisa kembali aku lukis. Dan agar apapun yang runtuh bisa aku bangun kembali.

Aku ingin ruang.